Kamis, 16 Januari 2014

autobiografi melin

AUTOBIOGRAFI
MELINDA AYU SEPTININGSIH




            Pada tahun 1996, Selasa Legi 8 Oktober tepatnya pukul 01:15 dini hari di Desa Kakum, Kec. Jumantono, Karanganyar, Jawa Tengah lahirlah seorang bayi perempuan yang imut nan lucu. Bayi tersebut bernama Melinda Ayu Septiningsih yaitu saya sendiri. Saya adalah putri pertama dari pasangan Sukardiyanto (Karanganyar, 15 Juni 1971) dan Ngatiyem (Karanganyar,16 Juli 1977). Orangtua saya menikah pada tanggal 12 Maret 1995, yang saat ini usia pernikahan mereka mereka menginjak ke-18. Saya dan kedua orangtua saya adalah asli keturunan Jawa. Pada saat saya berumur 3 tahun saya sekeluarga merantau ke Jambi tepatnya pada tahun 1999 dan bertempat tinggal mengontrak rumah di Rengas Condong. Alasan kami merantau yaitu ingin merubah nasib menjadi lebih baik. Awalnya ayah saya bekerja sebagai penjual es dan ibu saya bekerja sebagai penjual jamu gendong. Karena pada saat itu saya masih kecil dan masih berpredikat sebagai anak tunggal, saya selalu dimanja oleh kedua orang tua saya. Apapun yang saya inginkan selalu dituruti, seperti setiap hari selalu dibelikan Ice Cream Wall’s Cornetto, Oreo, Alat telepon Doraemon sepaket yang salah satu isinya ada jam beker.
Teman sepermainan saya saat itu yakni Ririn Putri Laksana Wati, rumah kami berdekatan dan selalu bermain bersama. Hal terkonyol yang pernah kami lakukan bersama adalah mencelupkan jam beker kedalam air yang saat itu dipikiran kami adalah kami ingin melihat bagaimana jarum jam beker bergerak di dalam air. Dan ternyata justru tidak bergerak jarum jamnya. Namanya juga anak kecil yang rasa ingin tahunya tinggi. Saya kecilnya sangat cengeng, dan kalau udah nangis jangan berharap nangisnya sebentar. Saya itu kalau sedang menangis lama sekali, apalagi dengan tangisan yang besar. Tetangga pada kebisingan dengan suara tangis saya. Karena itu saya mendapat panggilan Mbak Mogol.
            Pada tahun 2000 kami pindah rumah ke Lorong Timbang Rasa yang tidak jauh dari rumah kontrakan sebelumnya. Yang kami tempati sekarang adalah rumah hasil jerih payah orangtua saya, walaupun hanya seperti gubuk. Sulit sekali beradaptasi dengan lingkungan yang baru, ini semua memerlukan waktu yang cukup lama bagi saya.
            Saya memasuki dunia pendidikan pada tahun 2001 yang pada saat itu usia saya belum menginjak 5 tahun. Awalnya saya yang meminta terus-menerus ingin di sekolahkan. Dan akhirnya saya di sekolahkan di TK Dharma Wanita yang letaknya tidak jauh dari rumah saya. Setiap hari saya diantar dan di tunggu oleh ibu saya selama kurun waktu kurang lebih 1 tahun. Selepas dari Taman Kanak-Kanak, saya melanjutkan sekolah ke SD 64/i Muara Bulian yang bersebelahan dengan TK tempat sekolah saya dulu. Banyak kejadian-kejadian yang unik yang terjadi di sekolah. Mulai dari temen sekelas yang pup di kelas, rok sekolah yang tetukar sama temen selepas jam olahraga dan masih banyak hal lagi yang tidak bisa di ungkapkan. Kelas 2 SD tepatnya semester 2 saya mempunyai adik perempuan yang bernama Sapna Febriana. Dia sangat pintar hingga saat ini kelas 4 SD dia selalu menjabat sebagai juara 1 di kelasnya. Walaupun saya sering bertengkar dengannya tetapi saya sangat menyayanginya. Saat kelas 3 SD saya pernah terpeleset di kamar mandi yang menyebabkan robek pada kulit kepala bagian kiri. Yang hingga saat ini masih meninggalkan bekas luka yang beruntungnya bekas luka tersebut tidak terlihat dikarenakan saya berambut panjang.
            Menyedihkan sekali ketika mengingat saat liburan kenaikan kelas 6. Kedua orangtua dan adik perempuan saya pulang kampung ke Jawa selama 2 bulan. Selama itu saya dititipkan di rumah Bude Rukini yang memiliki 2 orang anak. Awalnya saya merasa nyaman tinggal disana, namun anak Bude Rukini yang kedua tepatnya saat itu dia kelas 2 SD selalu membuat masalah pada saya. Saya merasa bosan dan tidak betah tinggal disana, karena saya selalu merindukan orangtua saya yang tiada memberi kabar. Pernah saya berkunjung ke rumah saya seorang diri, disana saya menangis tersedu-sedu teringat orangtua saya yang selalu saya rindukan. Beberapa hari setelah aktivitas sekolah dimulai saya balik ke rumah saya dengan membawa seluruh barang-barang saya yang saat itu dibantu oleh suami Bude Rukini. Sedangkan Bude Rukini sedang tidak berada ditempat. Kemungkinan besar Bude Rukini marah dengan tindakan saya yang pergi tidak pamit kepadanya. Saat itu saya tidak mengerti apa yang saya lakukan, yang ada dipikiran saya adalah ingin kembali tinggal di rumah saya. Saya tidak sendirian di rumah, tetapi ditemani oleh Nenek yang tinggalnya di sebelah rumah saya. Selang beberapa lama orangtua saya akhirnya sampai di rumah. Saya senang sekali, bahagia tentunya melihat kedua orangtua dan adik saya dalam keadaan sehat setelah 2 bulan tak bertemu.
            Pada tahun 2008 saya melanjutkan studi ke SMPN 3 Batanghari yang tak terfikirkan oleh saya bisa sekolah disana. Dijenjang pendidikan ini saya masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan, bisa dikatakan tak pandai bergaul. Saya bergaul hanya dengan teman sekelas. Prestasi pun juga tak dapat pada 10 besar. Kalau saya mengingat-ingat masa SMP begitu kecewanya saya karena terbuang dengan percuma, yaitu kurangnya pergaulan.
            Selepas dari SMP, saya masuk ke sebuah SMA favorit. Yaitu SMAN 1 Batanghari yang merupakan pilihan pertama saya saat duduk di bangku SMP. Pada awal tahun ajaran baru sikap saya masih seperti dulu. Namun tak berapa lama sikap pemalu dan penakut saya berangsur-angsur pudar. Semua teman-teman se-angkatan saya kenal, tidak kepada murid pindahan. Masa-masa SMA inilah banyak pengalaman yang saya dapatkan. Saya tidak takut lagi bersosialisasi dengan teman-teman dari kelas lain.
Berbagai pengalaman yang saya dapatkan di masa ini. Ada pula kejadian lucu yang pernah saya alami di kelas X. Saat itu saya lupa menaruh ponsel dimana. Feni memberitahu saya bahwa ponsel saya terbuang bersama sampah jajanan saya. Tanpa fikir panjang saya menuju tong sampah depan kelas dan mengubek-ngubek sampah di tong tersebut. Alhasil, tak saya temukan. Teman-teman yang melihat saya mengubek-ngubek tong sampah  pada tertawa, dan ternyata ponsel saya disembunyikan oleh Feni. Sungguh teganya dia, tapi itu tak membuat saya marah dan menganggap itu sebagai hiburan. Kejadian ponsel saya disembunyikan seperti itu bukan hanya sekali, tetapi berlanjut hingga kelas XI.
Kelas XI semester 2 saya mengikuti pelatihan Saka Bhayangkara. Telat sekali, kenapa tidak dari kelas X. Saya saja sampai bingung, di sekolah kegiatan pramuka tidak sepenuhnya saya ikuti. Tetapi saya sepenuhnya mengikuti Saka Bhayangkara yang berada di bawah naungan kepolisian. Banyak ilmu yang saya dapatkan disana yang siapa tahu suatu saat nanti berguna membantu sesama manusia. Saya bangga telah menjadi anggota Saka Bhayangkara angkatan ke-18. Dari sanalah saya mengenal lingkungan Polres Batanghari seperti apa. Dan juga mendapat pengalaman yaitu tampil di Kantor Bupati atas nama Saka Bhayangkara Batanghari.

Saya bercita-cita menjadi seorang planner yang dapat berguna bagi Indonesia. Dan di kemudian hari saya bisa memajukan tatanan kota yang indah dan seimbang dengan komponen-komponen yang berada di lingkungan kita. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar