AUTOBIOGRAFI
MELINDA AYU
SEPTININGSIH
Pada tahun 1996, Selasa Legi
8 Oktober tepatnya pukul 01:15 dini hari di Desa Kakum, Kec. Jumantono,
Karanganyar, Jawa Tengah lahirlah seorang bayi perempuan yang imut nan lucu.
Bayi tersebut bernama Melinda Ayu Septiningsih yaitu saya sendiri. Saya adalah
putri pertama dari pasangan Sukardiyanto (Karanganyar, 15 Juni 1971) dan
Ngatiyem (Karanganyar,16 Juli 1977). Orangtua saya menikah pada tanggal 12
Maret 1995, yang saat ini usia pernikahan mereka mereka menginjak ke-18. Saya dan
kedua orangtua saya adalah asli keturunan Jawa. Pada saat saya berumur 3 tahun
saya sekeluarga merantau ke Jambi tepatnya pada tahun 1999 dan bertempat
tinggal mengontrak rumah di Rengas Condong. Alasan kami merantau yaitu ingin
merubah nasib menjadi lebih baik. Awalnya ayah saya bekerja sebagai penjual es
dan ibu saya bekerja sebagai penjual jamu gendong. Karena pada saat itu saya
masih kecil dan masih berpredikat sebagai anak tunggal, saya selalu dimanja
oleh kedua orang tua saya. Apapun yang saya inginkan selalu dituruti, seperti
setiap hari selalu dibelikan Ice Cream Wall’s Cornetto, Oreo, Alat telepon
Doraemon sepaket yang salah satu isinya ada jam beker.
Teman sepermainan saya saat itu yakni
Ririn Putri Laksana Wati, rumah kami berdekatan dan selalu bermain bersama. Hal
terkonyol yang pernah kami lakukan bersama adalah mencelupkan jam beker kedalam
air yang saat itu dipikiran kami adalah kami ingin melihat bagaimana jarum jam
beker bergerak di dalam air. Dan ternyata justru tidak bergerak jarum jamnya.
Namanya juga anak kecil yang rasa ingin tahunya tinggi. Saya kecilnya sangat
cengeng, dan kalau udah nangis jangan berharap nangisnya sebentar. Saya itu
kalau sedang menangis lama sekali, apalagi dengan tangisan yang besar. Tetangga
pada kebisingan dengan suara tangis saya. Karena itu saya mendapat panggilan
Mbak Mogol.
Pada tahun
2000 kami pindah rumah ke Lorong Timbang Rasa yang tidak jauh dari rumah
kontrakan sebelumnya. Yang kami tempati sekarang adalah rumah hasil jerih payah
orangtua saya, walaupun hanya seperti gubuk. Sulit sekali beradaptasi dengan
lingkungan yang baru, ini semua memerlukan waktu yang cukup lama bagi saya.
Saya
memasuki dunia pendidikan pada tahun 2001 yang pada saat itu usia saya belum
menginjak 5 tahun. Awalnya saya yang meminta terus-menerus ingin di sekolahkan.
Dan akhirnya saya di sekolahkan di TK Dharma Wanita yang letaknya tidak jauh
dari rumah saya. Setiap hari saya diantar dan di tunggu oleh ibu saya selama
kurun waktu kurang lebih 1 tahun. Selepas dari Taman Kanak-Kanak, saya
melanjutkan sekolah ke SD 64/i Muara Bulian yang bersebelahan dengan TK tempat
sekolah saya dulu. Banyak kejadian-kejadian yang unik yang terjadi di sekolah.
Mulai dari temen sekelas yang pup di kelas, rok sekolah yang tetukar sama temen
selepas jam olahraga dan masih banyak hal lagi yang tidak bisa di ungkapkan.
Kelas 2 SD tepatnya semester 2 saya mempunyai adik perempuan yang bernama Sapna
Febriana. Dia sangat pintar hingga saat ini kelas 4 SD dia selalu menjabat
sebagai juara 1 di kelasnya. Walaupun saya sering bertengkar dengannya tetapi
saya sangat menyayanginya. Saat kelas 3 SD saya pernah terpeleset di kamar
mandi yang menyebabkan robek pada kulit kepala bagian kiri. Yang hingga saat
ini masih meninggalkan bekas luka yang beruntungnya bekas luka tersebut tidak
terlihat dikarenakan saya berambut panjang.
Menyedihkan
sekali ketika mengingat saat liburan kenaikan kelas 6. Kedua orangtua dan adik
perempuan saya pulang kampung ke Jawa selama 2 bulan. Selama itu saya
dititipkan di rumah Bude Rukini yang memiliki 2 orang anak. Awalnya saya merasa
nyaman tinggal disana, namun anak Bude Rukini yang kedua tepatnya saat itu dia
kelas 2 SD selalu membuat masalah pada saya. Saya merasa bosan dan tidak betah
tinggal disana, karena saya selalu merindukan orangtua saya yang tiada memberi
kabar. Pernah saya berkunjung ke rumah saya seorang diri, disana saya menangis
tersedu-sedu teringat orangtua saya yang selalu saya rindukan. Beberapa hari
setelah aktivitas sekolah dimulai saya balik ke rumah saya dengan membawa
seluruh barang-barang saya yang saat itu dibantu oleh suami Bude Rukini.
Sedangkan Bude Rukini sedang tidak berada ditempat. Kemungkinan besar Bude
Rukini marah dengan tindakan saya yang pergi tidak pamit kepadanya. Saat itu
saya tidak mengerti apa yang saya lakukan, yang ada dipikiran saya adalah ingin
kembali tinggal di rumah saya. Saya tidak sendirian di rumah, tetapi ditemani
oleh Nenek yang tinggalnya di sebelah rumah saya. Selang beberapa lama orangtua
saya akhirnya sampai di rumah. Saya senang sekali, bahagia tentunya melihat
kedua orangtua dan adik saya dalam keadaan sehat setelah 2 bulan tak bertemu.
Pada tahun
2008 saya melanjutkan studi ke SMPN 3 Batanghari yang tak terfikirkan oleh saya
bisa sekolah disana. Dijenjang pendidikan ini saya masih belum bisa beradaptasi
dengan lingkungan, bisa dikatakan tak pandai bergaul. Saya bergaul hanya dengan
teman sekelas. Prestasi pun juga tak dapat pada 10 besar. Kalau saya
mengingat-ingat masa SMP begitu kecewanya saya karena terbuang dengan percuma,
yaitu kurangnya pergaulan.
Selepas dari
SMP, saya masuk ke sebuah SMA favorit. Yaitu SMAN 1 Batanghari yang merupakan
pilihan pertama saya saat duduk di bangku SMP. Pada awal tahun ajaran baru
sikap saya masih seperti dulu. Namun tak berapa lama sikap pemalu dan penakut
saya berangsur-angsur pudar. Semua teman-teman se-angkatan saya kenal, tidak
kepada murid pindahan. Masa-masa SMA inilah banyak pengalaman yang saya
dapatkan. Saya tidak takut lagi bersosialisasi dengan teman-teman dari kelas
lain.
Berbagai pengalaman yang saya
dapatkan di masa ini. Ada pula kejadian lucu yang pernah saya alami di kelas X.
Saat itu saya lupa menaruh ponsel dimana. Feni memberitahu saya bahwa ponsel
saya terbuang bersama sampah jajanan saya. Tanpa fikir panjang saya menuju tong
sampah depan kelas dan mengubek-ngubek sampah di tong tersebut. Alhasil, tak
saya temukan. Teman-teman yang melihat saya mengubek-ngubek tong sampah pada tertawa, dan ternyata ponsel saya
disembunyikan oleh Feni. Sungguh teganya dia, tapi itu tak membuat saya marah
dan menganggap itu sebagai hiburan. Kejadian ponsel saya disembunyikan seperti
itu bukan hanya sekali, tetapi berlanjut hingga kelas XI.
Kelas XI semester 2 saya mengikuti
pelatihan Saka Bhayangkara. Telat sekali, kenapa tidak dari kelas X. Saya saja
sampai bingung, di sekolah kegiatan pramuka tidak sepenuhnya saya ikuti. Tetapi
saya sepenuhnya mengikuti Saka Bhayangkara yang berada di bawah naungan
kepolisian. Banyak ilmu yang saya dapatkan disana yang siapa tahu suatu saat nanti
berguna membantu sesama manusia. Saya bangga telah menjadi anggota Saka
Bhayangkara angkatan ke-18. Dari sanalah saya mengenal lingkungan Polres
Batanghari seperti apa. Dan juga mendapat pengalaman yaitu tampil di Kantor Bupati
atas nama Saka Bhayangkara Batanghari.
Saya bercita-cita menjadi seorang
planner yang dapat berguna bagi Indonesia. Dan di kemudian hari saya bisa
memajukan tatanan kota yang indah dan seimbang dengan komponen-komponen yang
berada di lingkungan kita. Amin ya Rabbal ‘Alamin.